Minggu, 31 Maret 2013

Menumbuhkembangkan Jiwa Entrepreneurship Mulai Dari Kehidupan Di Kampus

Menumbuhkembangkan Jiwa Entrepreneurship Mulai Dari Kehidupan Di Kampus
 
Seorang mahasiswa entrepreneur bukan suatu yang tidak mungkin dilakukan. Memupuk semangat dan jiwa entrepreneurship seorang mahasiswa dapat dilakukan mulai dari kehidupan di kampus. Meraih kesuksesan diusia muda bukanlah suatu perkara yang mudah, dibutuhkan mental yang kuat, semangat pantang menyerah dan ide cemerlang yang didukung kreatifitas tinggi akan membawa pada tingkat kesuksesan itu. Namun, tidak asing lagi bagi mahasiwa untuk dapat memulai kesuksesannya dalam usia dini. Seorang mahasiswa memiliki ilmu yang dapat dikembangkan, memiliki hubungan sosialisasi yang tinggi antara masyarakat kampus itu sendiri, juga dukungan dari orang tua dan kerabat lainnya, serta jiwa muda yang gigih dan pantang menyerah, merupakan dasar untuk menjadi seorang entrepreneur.
Jangan pernah takut mencoba hal-hal yang baru, apalagi dengan kemajuan teknologi yang sekarang kita bisa memanfaatkan nya, misalnya dengan memulai online shop dengan menawarkan baju, sepatu, tas dan lain-lain. Bukan kah lebih mudah tidak begitu banyak menyita waktu sehingga tidak akan mengganggu jadwal kuliah.
Intinya kita bisa menghasilkan uang sendiri dengan cara apapun yang halal selama kita bekerja keras dan berdoa tentu saja akan mengurangi beban orang tua.

Kamis, 14 Maret 2013

TIPS BUSANA WANITA MUNGIL AGAR TERLIHAT LEBIH TINGGI

Penampilan ketika berbusana adalah sesuatu hal yang selalu di perhatikan oleh seorang wanita agar percaya diri. Namun terkadang fisik seorang wanita juga berpengaruh terhadap bagus tidaknya suatu penampilan ketika berbusana. Misalnya seorang wanita yang pendek dan bertubuh mungil.
Wanita yang bertubuh pendek dan mungil sering mendapatkan kesulitan ketika berbelanja busana. Mencari kesana kemari untuk mendapatkan ukuran yang pas dengan tubuhnya. Karena ukuran tubuh yang tidak terlalu tinggi, wanita bertubuh pendek terkadang harus memotong atau memendekkan celana panjang yang baru saja dibeli, atau bila tidak bisa menyiasatinya, pakaian yang digunakan justru membuat tubuh terlihat makin pendek.

Nah, bila anda salah seorang dari wanita mungil yang bertubuh pendek, ada baiknya untuk memperhatikan beberapa tips berikut agar tetap bisa berpenampilan baik dan keren:

1. Untuk atasan, sebaiknya jangan gunakan baju yang panjangnya melebihi lutut. Sebaiknya pilih baju yang panjangnya pas sebatas pinggul kamu. Wanita bertubuh pendek justru akan terkesan lebih pendek bila menggunakan model baju yang panjangnya melebihi lutut.
Hindari juga baju yang terlalu besar, karena hanya akan membuat seperti “tenggelam” dalam baju tersebut.

2. Memilih baju dengan kerah berbentuk huruf V. Ini akan memberi kesan lebih tinggi pada tubuh. Namun, ini bukan keharusan. Bentuk kerah lainnya juga boleh digunakan asalkan tetap harus cocok dan pas.

3. Wanita bertubuh pendek biasanya juga memiliki leher yang pendek, oleh karena itu jangan pilih baju yang kerahnya terlalu menutupi leher atau terlalu penuh pada bagian leher.

4. Sebaiknya pilih baju dengan warna yang senada. Ini akan membuat kamu terkesan lebih tinggi. Hindari busana dengan beraneka macam warna (warna yang berbeda-beda) atau busana yang warna atasan dan bawahannya terlalu kontras.

5. Sebaiknya pilih baju dengan motif pola garis vertical (dari atas ke bawah). Hindari busana dengan pola garis horizontal (mendatar). Vertikal akan memberi kesan lebih tinggi, dan sebaliknya horizontal akan menambah kesan pendek tubuh.

6. Pakaian dari bahan lembut seperti wool, linen, dan katun akan terlihat lebih menarik bagi wanita bertubuh mungil.

7. Wanita bertubuh mungil nan pendek sebaiknya memilih celana berwarna gelap dan celana dengan saku samping/miring di sisi atau pinggul.

8. Hindari celana yang banyak motif/pola. Pola dan motif tersebut akan membuat tubuh terlihat lebih pendek dan gempal.

9. Hindari juga celana yang terbuat dari kain tebal atau kaku.

10. Ketika membeli celana, jeans atau jenis celana panjang lainnya, pertimbangan pertama adalah mencari celana yang pas di bagian pinggang dan pinggul, baru kemudian mempertimbangkan soal panjangnya.
Salah satu resikonya mungkin memang harus memotong atau memendekkan celana tersebut nantinya. Tapi, hal itu tak jadi masalah bukan, daripada memaksakan memakai celana yang kepanjangan atau tidak muat di pinggul dan pinggang, hanya karena ingin mendapat celana dengan panjang yang pas.

11. Sebaiknya hindari menggunakan sabuk/ikat pinggang atau belt yang lebar. Bila memang ingin menggunakan belt yang lebar, pilihlah warna ikat pinggang yang sesuai dengan warna baju yang digunakan.
Misalnya bila menggunakan baju yang berwarna hitam, sebaiknya juga memilih sabuk yang berwarna hitam. Kombinasi warna yang berbeda akan memberi kesan tubuh kamu seperti terpotong di tengah dan kesan pendek akan lebih jelas terlihat.

12. Bagian terpenting yang bisa menolong penampilan adalah alas kaki (sepatu, sandal).
Jika bertubuh pendek, bisa menggunakan sepatu yang tumitnya agak tinggi. Dengan ini tentu secara fisik tubuh akan terlihat lebih tinggi. Sepatu atau sandal yang bertumit tinggi tersebut tetap harus memberikan kenyamanan bagi si pemakainya. Sepatu yang bertumit tinggi tidak hanya akan memberikan kesan tinggi pada tubuh mungil, namun juga akan memperbaiki postur tubuh. Postur tubuh akan terlihat tinggi dan lebih tegap ketika berjalan.

13. Celana yang digunakan sebaiknya memang agak menutupi alas kaki atau sepatu yang kamu pakai, Namun usahakan agar jangan sampai menutupi seluruh bagian sepatu. Hindari celana yang panjangnya sampai menyentuh lantai atau celana yang panjangnya agak menggantung di bagian pergelangan kaki. Ini justru akan menambah kesan pendek pada tubuh.

14. Untuk busana rok, jangan gunakan rok yang terlalu panjang. Justru rok yang panjangnya hanya sebatas lutut akan memberikan kesan lebih tinggi dibandingkan rok panjang.
Terlebih lagi bila kamu memilih rok yang lebar. Rok lebar tidak hanya akan membuat tubuh terkesan pendek, namun juga terkesan lebih gemuk.
Hindari pula rok yang panjangnya tanggung (panjang 3/4, di bawah lutut) karena akan kurang enak dilihat apalagi bila kaki kamu termasuk kaki yang cukup besar.

15. Untuk aksesoris tambahan lainnya seperti tas, hendaknya pilih tas yang tidak terlalu besar dan lebar. Tas yang agak mungil justru akan memberi kesan lebih baik pada penampilan.

Senin, 11 Maret 2013

Masalah Penegakan Hukum di Indonesia

Indonesia adalah negara hukum yang senantiasa mengutamakan hukum sebagai landasan dalam seluruh aktivitas negara dan masyarakat. Komitmen Indonesia sebagai negara hukum pun selalu dan hanya dinyatakan secara tertulis dalam pasal 1 ayat 3 UUD 1945 hasil amandemen. Dimanapun juga, sebuah Negara menginginkan Negaranya memiliki penegak-penegak hukum dan hukum yang adil dan tegas. Tidak ada sebuah sabotase, diskriminasi dan pengistimewaan dalam menangani setiap kasus pidana. Seperi istilah di atas, ‘Runcing Kebawah Tumpul Keatas’ itulah istilah yang tepat untuk menggambarkan kondisi penegakkan hokum di Indonesia. Apakah kita semua merasakannya? Apakah kita bisa melihat kenyataanya? Saya yakin pasti seluruh masyarakat Indonesia juga melihat kenyataanya, berikut uraian secara singkat bagaimanakah kondisi penegakkan hukum di Negara Indonesia.
Kondisi Hukum di Indonesia saat ini lebih sering menuai kritik daripada pujian. Berbagai kritik diarahkan baik yang  berkaitan dengan kualitas hukum, ketidakjelasan berbagai hukum yang berkaitan dengan proses berlangsungya hukum dan juga lemahnya penerapan berbagai peraturan. Kritik begitu sering dilontarkan berkaitan dengan penegakan hukum di Indonesia. Kebanyakan masyarakat kita akan bicara bahwa hukum di Indonesia itu dapat dibeli, yang menang mereka yang mempunyai jabatan, nama dan kekuasaan, yang punya uang banyak pasti aman dari gangguan hukum walau aturan negara dilanggar. Ada pengakuan di masyarakat bahwa karena hukum dapat dibeli maka aparat penegak hukum tidak dapat diharapkan untuk melakukan penegakkan hukum secara menyeluruh dan adil. Sejauh ini, hukum tidak saja dijalankan sebagai rutinitas  belaka tetapi tetapi  juga dipermainkan seperti barang dagangan . Hukum yang seharusnya menjadi alat pembaharuan masyarakat, telah berubah menjadi semacam mesin pembunuh karena didorong oleh perangkat hukum yang morat-marit .
            Praktik penyelewengan dalam proses penegakan hukum seperti, mafia hukum dan peradilan, peradilan yang diskriminatif atau rekayasa proses peradilan merupakan realitas yang gampang ditemui dalam penegakan hukum di negeri ini. Peradilan yang diskriminatif menjadikan hukum di negeri ini persis seperti yang didiskripsikan Plato bahwa hukum adalah jaring laba-laba yang hanya mampu menjerat yang lemah tetapi akan robek jika menjerat yang kaya dan kuat (laws are spider webs, they hold the weak and delicated who are caught in their meshes but are torn in pieces by the rich and powerful). Orang biasa yang ketahuan melakukan tindak pencurian kecil, seperti Hamdani yang ‘mencuri’ sandal jepit bolong milik perusahaan di mana ia bekerja di Tangerang, Nenek Minah yang mengambil tiga butir kakao di Purbalingga, Aguswandi Tanjung yang ‘numpang’ ngecas handphone di sebuah rumah susun di Jakarta serta Kholil dan Basari di Kediri yang mencuri dua biji semangka langsung ditangkap dan dihukum. Sedangkan seorang pejabat negara yang melakukan korupsi uang milyaran rupiah milik negara dapat bebas berkeliaran dengan bebasnya. Berbeda halnya dengan kasus-kasus yang hokum dengan tersangka dan terdakwa orang-orang yang memiliki kekusaan, jabatan dan nama. Proses hokum yang dijalankan begitu berbelit-belit dan terkesan menunda-nuda. Seakan-akan masyarakat selalu disuguhkan sandiwara dari tokoh-tokoh Negara tersebut. Tidak ada keputusan yang begitu nyata. Contohnya saja kasus Gayus Tambunan, pegawai Ditjen Pajak Golongan III menjadi miliyader dadakan yang diperkirakan korupsi sebesar 28 miliar, tetapi hanya dikenai 6 tahun penjara, kasus Bank Century, Kasus Nazarudin, BLBI, Artalita, Nunun Nurbaeti, Miranda Gultom dan masih banyak lagi,hamper  semua kasus diatas prosesnya sampai saat ini belum mencapai keputusan yang jelas. Padahal semua kasus tersebut begitu merugikan Negara dan masyarakat kita. Kapankan ini semua akan berakhir?
            Kondisi yang demikian atau katakanlah kualitas dari penegakan hukum yang buruk seperti itu akan sangat berpengaruh besar terhadap kesehatan dan kekuatan demokrasi Indonesia. Mental rusak para penegak hukum yang memperjualbelikan hukum sama artinya dengan mencederai keadilan. Merusak keadilan atau bertindak tidak adil tentu saja merupakan tindakan gegabah melawan kehendak rakyat. Pada kondisi tertentu, ketika keadilan terus menerus dihindari  bukan tidak tidak mungkin pertahanan dan keamanan bangsa menjadi taruhannya. Ketidakadilan akan memicu berbagai tindakan alami berupa perlawanan-perlawanan yang dapat terwujud ke dalam berbagai aksi-aksi anarkhis atau kekerasan yang kontra produktif terhadap pembangunan bangsa.Dengan kata lain, situasi ketidakadilan atau kegagalan mewujudkan keadilan melalui hukum menjadi salah satu titik problem yang harus segera ditangani. Mental korup yang merusak serta sikap mengabaikan atau tidak hormat terhadap hukum jelas bukan karakter atau jati diri bangsa Indonesia. Pada sisi lain, nilai ketidakadilan akan meningkatkan aksi anarkhisme, kekerasan, egoisme dan individualisme yang jelas-jelas tidak sejalan dengan karakter bangsa yang penuh mufakat. Lalu pertanyaanya, faktor apa yang menyebabkan sulitnya penegakan hukum di Indonesia? Jika dikaji dan ditelaah secara mendalam, setidaknya terdapat tujuh faktor penghambat penegakan hukum di Indonesia, ketujuh faktor tersebut yaitu,
Pertama, lemahnya political will dan political action para pemimpin negara ini, untuk menjadi hukum sebagai panglima dalam penyelenggaraan pemerintahan. Dengan kata lain, supremasi hukum masih sebatas retorika dan jargon politik yang didengung-dengungkan pada saat kampanye.
Kedua, peraturan perundang-undangan yang ada saat ini masih lebih merefleksikan kepentingan politik penguasa ketimbang kepentingan rakyat.
Ketiga, rendahnya integritas moral, kredibilitas, profesionalitas dan kesadaran hukum aparat penegak hukum (Hakim, Jaksa, Polisi dan Advokat) dalam menegakkan hukum.
Keempat, minimnya sarana dan prasana serta fasilitas yang mendukung kelancaran proses penegakan hukum.
Kelima, tingkat kesadaran dan budaya hukum masyarakat yang masih rendah serta kurang respek terhadap hukum.
Keenam, paradigma penegakan hukum masih positivis-legalistis yang lebih mengutamakan tercapainya keadilan formal (formal justice) daripada keadilan substansial (substantial justice).
Ketujuh, kebijakan (policy) yang diambil oleh para pihak terkait (stakeholders) dalam mengatasi persoalan penegakan hukum masih bersifat parsial, tambal sulam, tidak komprehensif dan tersistematis. Mencermati berbagai problem yang menghambat proses penegakan hukum sebagaimana diuraikan di atas. Langkah dan strategi yang sangat mendesak (urgent) untuk dilakukan saat ini sebagai solusi terhadap persoalan tersebut ialah melakukan pembenahan dan penataan terhadap sistem hukum yang ada. Sebagai masyarakat Indonesia, negeri ini butuh penegakkan hokum yang adil dan tegas. Tidak ada diskriminasi dalam penegakkanya, masyarakat Indonesia begitu haus dengan penegakkan hukum yang adil. Bangkitlah Penegakkan Hukum Negeriku. :)

Masalah Penegakan Hukum di Indonesia

Indonesia adalah negara hukum yang senantiasa mengutamakan hukum sebagai landasan dalam seluruh aktivitas negara dan masyarakat. Komitmen Indonesia sebagai negara hukum pun selalu dan hanya dinyatakan secara tertulis dalam pasal 1 ayat 3 UUD 1945 hasil amandemen. Dimanapun juga, sebuah Negara menginginkan Negaranya memiliki penegak-penegak hukum dan hukum yang adil dan tegas. Tidak ada sebuah sabotase, diskriminasi dan pengistimewaan dalam menangani setiap kasus pidana. Seperi istilah di atas, ‘Runcing Kebawah Tumpul Keatas’ itulah istilah yang tepat untuk menggambarkan kondisi penegakkan hokum di Indonesia. Apakah kita semua merasakannya? Apakah kita bisa melihat kenyataanya? Saya yakin pasti seluruh masyarakat Indonesia juga melihat kenyataanya, berikut uraian secara singkat bagaimanakah kondisi penegakkan hukum di Negara Indonesia.
Kondisi Hukum di Indonesia saat ini lebih sering menuai kritik daripada pujian. Berbagai kritik diarahkan baik yang  berkaitan dengan kualitas hukum, ketidakjelasan berbagai hukum yang berkaitan dengan proses berlangsungya hukum dan juga lemahnya penerapan berbagai peraturan. Kritik begitu sering dilontarkan berkaitan dengan penegakan hukum di Indonesia. Kebanyakan masyarakat kita akan bicara bahwa hukum di Indonesia itu dapat dibeli, yang menang mereka yang mempunyai jabatan, nama dan kekuasaan, yang punya uang banyak pasti aman dari gangguan hukum walau aturan negara dilanggar. Ada pengakuan di masyarakat bahwa karena hukum dapat dibeli maka aparat penegak hukum tidak dapat diharapkan untuk melakukan penegakkan hukum secara menyeluruh dan adil. Sejauh ini, hukum tidak saja dijalankan sebagai rutinitas  belaka tetapi tetapi  juga dipermainkan seperti barang dagangan . Hukum yang seharusnya menjadi alat pembaharuan masyarakat, telah berubah menjadi semacam mesin pembunuh karena didorong oleh perangkat hukum yang morat-marit .
            Praktik penyelewengan dalam proses penegakan hukum seperti, mafia hukum dan peradilan, peradilan yang diskriminatif atau rekayasa proses peradilan merupakan realitas yang gampang ditemui dalam penegakan hukum di negeri ini. Peradilan yang diskriminatif menjadikan hukum di negeri ini persis seperti yang didiskripsikan Plato bahwa hukum adalah jaring laba-laba yang hanya mampu menjerat yang lemah tetapi akan robek jika menjerat yang kaya dan kuat (laws are spider webs, they hold the weak and delicated who are caught in their meshes but are torn in pieces by the rich and powerful). Orang biasa yang ketahuan melakukan tindak pencurian kecil, seperti Hamdani yang ‘mencuri’ sandal jepit bolong milik perusahaan di mana ia bekerja di Tangerang, Nenek Minah yang mengambil tiga butir kakao di Purbalingga, Aguswandi Tanjung yang ‘numpang’ ngecas handphone di sebuah rumah susun di Jakarta serta Kholil dan Basari di Kediri yang mencuri dua biji semangka langsung ditangkap dan dihukum. Sedangkan seorang pejabat negara yang melakukan korupsi uang milyaran rupiah milik negara dapat bebas berkeliaran dengan bebasnya. Berbeda halnya dengan kasus-kasus yang hokum dengan tersangka dan terdakwa orang-orang yang memiliki kekusaan, jabatan dan nama. Proses hokum yang dijalankan begitu berbelit-belit dan terkesan menunda-nuda. Seakan-akan masyarakat selalu disuguhkan sandiwara dari tokoh-tokoh Negara tersebut. Tidak ada keputusan yang begitu nyata. Contohnya saja kasus Gayus Tambunan, pegawai Ditjen Pajak Golongan III menjadi miliyader dadakan yang diperkirakan korupsi sebesar 28 miliar, tetapi hanya dikenai 6 tahun penjara, kasus Bank Century, Kasus Nazarudin, BLBI, Artalita, Nunun Nurbaeti, Miranda Gultom dan masih banyak lagi,hamper  semua kasus diatas prosesnya sampai saat ini belum mencapai keputusan yang jelas. Padahal semua kasus tersebut begitu merugikan Negara dan masyarakat kita. Kapankan ini semua akan berakhir?
            Kondisi yang demikian atau katakanlah kualitas dari penegakan hukum yang buruk seperti itu akan sangat berpengaruh besar terhadap kesehatan dan kekuatan demokrasi Indonesia. Mental rusak para penegak hukum yang memperjualbelikan hukum sama artinya dengan mencederai keadilan. Merusak keadilan atau bertindak tidak adil tentu saja merupakan tindakan gegabah melawan kehendak rakyat. Pada kondisi tertentu, ketika keadilan terus menerus dihindari  bukan tidak tidak mungkin pertahanan dan keamanan bangsa menjadi taruhannya. Ketidakadilan akan memicu berbagai tindakan alami berupa perlawanan-perlawanan yang dapat terwujud ke dalam berbagai aksi-aksi anarkhis atau kekerasan yang kontra produktif terhadap pembangunan bangsa.Dengan kata lain, situasi ketidakadilan atau kegagalan mewujudkan keadilan melalui hukum menjadi salah satu titik problem yang harus segera ditangani. Mental korup yang merusak serta sikap mengabaikan atau tidak hormat terhadap hukum jelas bukan karakter atau jati diri bangsa Indonesia. Pada sisi lain, nilai ketidakadilan akan meningkatkan aksi anarkhisme, kekerasan, egoisme dan individualisme yang jelas-jelas tidak sejalan dengan karakter bangsa yang penuh mufakat. Lalu pertanyaanya, faktor apa yang menyebabkan sulitnya penegakan hukum di Indonesia? Jika dikaji dan ditelaah secara mendalam, setidaknya terdapat tujuh faktor penghambat penegakan hukum di Indonesia, ketujuh faktor tersebut yaitu,
Pertama, lemahnya political will dan political action para pemimpin negara ini, untuk menjadi hukum sebagai panglima dalam penyelenggaraan pemerintahan. Dengan kata lain, supremasi hukum masih sebatas retorika dan jargon politik yang didengung-dengungkan pada saat kampanye.
Kedua, peraturan perundang-undangan yang ada saat ini masih lebih merefleksikan kepentingan politik penguasa ketimbang kepentingan rakyat.
Ketiga, rendahnya integritas moral, kredibilitas, profesionalitas dan kesadaran hukum aparat penegak hukum (Hakim, Jaksa, Polisi dan Advokat) dalam menegakkan hukum.
Keempat, minimnya sarana dan prasana serta fasilitas yang mendukung kelancaran proses penegakan hukum.
Kelima, tingkat kesadaran dan budaya hukum masyarakat yang masih rendah serta kurang respek terhadap hukum.
Keenam, paradigma penegakan hukum masih positivis-legalistis yang lebih mengutamakan tercapainya keadilan formal (formal justice) daripada keadilan substansial (substantial justice).
Ketujuh, kebijakan (policy) yang diambil oleh para pihak terkait (stakeholders) dalam mengatasi persoalan penegakan hukum masih bersifat parsial, tambal sulam, tidak komprehensif dan tersistematis. Mencermati berbagai problem yang menghambat proses penegakan hukum sebagaimana diuraikan di atas. Langkah dan strategi yang sangat mendesak (urgent) untuk dilakukan saat ini sebagai solusi terhadap persoalan tersebut ialah melakukan pembenahan dan penataan terhadap sistem hukum yang ada. Sebagai masyarakat Indonesia, negeri ini butuh penegakkan hokum yang adil dan tegas. Tidak ada diskriminasi dalam penegakkanya, masyarakat Indonesia begitu haus dengan penegakkan hukum yang adil. Bangkitlah Penegakkan Hukum Negeriku. :)